Bagaimana Pembagian Kekuasaan Antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dalam Sistem Demokrasi Dapat Mempengaruhi Kebijakan Politik yang Diambil di Indonesia: Konsep, Fungsi, dan Contoh
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perilaku orang lain sesuai dengan kehendak atau kepentingan seseorang atau kelompok. Dalam suatu negara, kekuasaan dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
Kekuasaan eksekutif : kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dan mengurus urusan negara. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dan wakil presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, serta menteri-menteri sebagai pembantu presiden dalam bidang-bidang tertentu.
Kekuasaan legislatif : kekuasaan untuk membuat atau mengubah undang-undang sebagai peraturan tertinggi dalam negara. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga perwakilan rakyat tingkat nasional, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga perwakilan daerah tingkat nasional, serta dewan-dewan perwakilan rakyat tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kekuasaan yudikatif : kekuasaan untuk mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang dan penegakan hukum. Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi dalam negara, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan khusus yang berwenang menguji konstitusionalitas undang-undang, serta pengadilan-pengadilan lainnya yang berada di bawah MA.
Fungsi Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah prinsip dasar dalam sistem demokrasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh salah satu lembaga negara. Pembagian kekuasaan memiliki beberapa fungsi, antara lain:
- Menjaga keseimbangan dan keserasian antara lembaga-lembaga negara. Dengan adanya pembagian kekuasaan, setiap lembaga negara memiliki batas-batas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dan tegas, sehingga tidak ada lembaga negara yang dapat mendominasi atau mengintervensi lembaga negara lainnya.
- Menjaga check and balance atau saling mengawasi dan mengimbangi antara lembaga-lembaga negara. Dengan adanya pembagian kekuasaan, setiap lembaga negara dapat melakukan fungsi kontrol dan koreksi terhadap lembaga negara lainnya, sehingga tidak ada lembaga negara yang dapat melanggar atau menyimpang dari undang-undang atau konstitusi.
- Menjaga partisipasi dan representasi rakyat dalam proses politik. Dengan adanya pembagian kekuasaan, rakyat dapat berperan aktif dalam memilih atau dipilih sebagai anggota lembaga perwakilan, menyampaikan aspirasi atau kepentingannya kepada lembaga eksekutif atau legislatif, atau mendapatkan perlindungan hukum dari lembaga yudikatif.
Contoh Pengaruh Pembagian Kekuasaan terhadap Kebijakan Politik di Indonesia
Pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dapat mempengaruhi kebijakan politik yang diambil di Indonesia, baik secara positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa contoh pengaruh pembagian kekuasaan terhadap kebijakan politik di Indonesia:
- Contoh positif: Pembentukan Undang-Undang Pemilu. Undang-Undang Pemilu adalah undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pembentukan Undang-Undang Pemilu melibatkan partisipasi dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga eksekutif berperan dalam mengusulkan rancangan undang-undang kepada DPR. Lembaga legislatif berperan dalam membahas, mengesahkan, dan menetapkan undang-undang bersama dengan presiden. Lembaga yudikatif berperan dalam menguji konstitusionalitas undang-undang apabila ada gugatan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan adanya pembagian kekuasaan, Undang-Undang Pemilu dapat dibuat dengan lebih demokratis, transparan, dan akuntabel.
- Contoh negatif: Penolakan Revisi Undang-Undang KPK. Undang-Undang KPK adalah undang-undang yang mengatur tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada tahun 2019, DPR mengusulkan revisi Undang-Undang KPK yang dinilai oleh banyak pihak sebagai upaya untuk melemahkan kinerja dan kewenangan KPK. Presiden sebagai kepala eksekutif menyetujui revisi tersebut tanpa melakukan konsultasi dengan KPK atau masyarakat luas. MK sebagai lembaga yudikatif menolak permohonan uji materiil revisi tersebut dengan alasan tidak memiliki kewenangan untuk melakukannya. Dengan adanya pembagian kekuasaan, revisi Undang-Undang KPK dapat dilakukan dengan lebih otoriter, tertutup.
Posting Komentar untuk "Bagaimana Pembagian Kekuasaan Antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dalam Sistem Demokrasi Dapat Mempengaruhi Kebijakan Politik yang Diambil di Indonesia: Konsep, Fungsi, dan Contoh"